![]() |
foto : Presiden Joko Widodo |
Jakarta,newspelangi.co.id
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai perlu menertibkan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin. Pasalnya, Ngabalin sering mengeluarkan pernyataan yang kontroversial. Terbaru, Ngabalin menyebut Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas, berotak sungsang. Adapun pernyataan Ngabalin itu menanggapi kritikan Busyro terhadap Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Saya kira, kritik biasanya dikemukakan karena ada yang tak beres. Atau ada kekhawatiran yang mengarah kepada ketidakberesan," ujar Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia), Jeirry Sumampow kepada media, Sabtu (15/5/2021).Karena itu, bagi Jeirry, kritik harus direnungkan dan dijadikan bahan evaluasi untuk perbaikan jika ada yang kurang atau keliru. "Jika mau direspons, harus dengan argumen yang menjelaskan tentang substansi kritik dimaksud. Bukan dengan menyerang personal orang yang melakukan kritik," jelasnya. Jeirry melanjutkan, kritik itu biasa dalam sebuah negara demokrasi. Kata dia, kritik malah merupakan sesuatu yang esensial dalam demokrasi. "Demokrasi tanpa kritik apalagi jika itu diharamkan dan dibungkam akan menjelma menjadi otoritarianisme," katanya. Sebab, kata dia, otoritarianisme melarang protes dan kritik. Dia berpendapat bahwa narasi otoritarianisme harus satu arah dan mutlak, tak ada pendapat lain, juga tak ada dialog. Dia melanjutkan, di negara ini, kritik juga sah dan dijamin konstitusi sebagai bagian dari hak untuk mengemukakan pendapat secara bebas. "Karena itu, respons terhadap kritik pun harus elegan dan berhikmat. Merespons kritik dengan menyerang personal bukan tindakan yang baik dan bijaksana. Itu perilaku yang minim etika dan tak terpuji. Apalagi jika itu dilakukan oleh seorang pejabat negara pembantu Presiden," terangnya.Cofas sindo news Lebih lanjut dia menuturkan, respons yang menyerang personal secara tak langsung menunjukkan kepanikan negara. Jadi, kata dia, bukan sekadar kepanikan pejabat yang bersangkutan. "Karena itu, Presiden harus melakukan tindakan nyata. Tak boleh dibiarkan. Agar ada efek jera. Paling tidak agar pejabat bersangkutan tahu bahwa suaranya adalah suara Presiden, juga suara negara, bukan suaranya sendiri, sehingga harus lebih hati-hati dan yang penting tak diulangi di kemudian hari," tutupnya. "Balas Ngabalin, Abdullah Hehamahua: Otak Sungsang Bukan Pak Busyro, tapi...
![]() |
foto : Ali Mochtar Ngabalin |
Masih Di Jakarta, Eks Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua menanggapi terkait Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin yang menyatakan kalau Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas itu sebagai orang yang berotak sungsang. Menurutnya, hal itu lebih pantas ditujukan kepada orang yang menuduh sembarangan, yaitu Ali Ngabalin. "Ada satu hadits Rasulullah SAW yang mengatakan, barang siapa yang menuduh saudara muslimnya dengan tuduhan 'kafir', maka dialah kafir yang pertama. Jadi, sesuai dengan substansi hadits di atas, maka yang punya otak sungsang itu bukan pak Busyro, tapi orang yang menuduh tersebut," katanya saat dihubungi Media Republik, Jumat (14/5/2021). Baca :Firli Bahuri Soal Penonaktifan 75 Pegawai KPK Di Bela Romli Atmasasmita |http://www.newspelangi.com/2021/05/firli-bahuri-soal-penonaktifan-75.html Sebelumnya diketahui, Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas mengkritisi tes wawasan kebangsaan (TWK) yang berujung pada penonaktifan 75 orang pegawai KPK. Dia menilai, hal itu jadi bagian dari pelemahan KPK. Dia menyebut, KPK telah dilemahkan sejak revisi UU KPK disahkan pada 2019. Busyro menyebut, KPK bukan lagi dilemahkan, tapi riwayatnya telah tamat di tangan Presiden Jokowi. Dengan begitu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin tidak terima Presiden Jokowi dikaitkan dengan peristiwa tersebut. Dia membalas, kritik-kritik terhadap TWK KPK dengan mengutarakan sebutan otak sungsang. "Mereka menuduh bahwa proses TWK suatu proses diada-adakan karena di UU tidak ada rujukan pasal dan ayat tentang TWK. Ini orang-orang yang sebetulnya tidak saja tolol, tapi memang cara berpikir terbalik, otak-otak sungsang ini namanya," kata Ngabalin, Rabu (12/5).
(Yi-team)
Catatan dar kerja sama Warta Ekonomi dengan Republika.