JAKARTA,newspelangi.co.id
Keresahan masyarakat Nelayan dan pesisir serta pengepul benih lobster yang akan segera mengajukan gugatannya kepada Kementerian KKP, bukti nyata dari kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat kecil, (2/5/2021).
Koordinator Gerakan Kedaulatan Rakyat Indonesia Jsya (GARDA RI) Rudy Mulyono menyayangkan dan mengecam keras keputusan PLT Menteri KKP serta kebijakan Menteri KKP (Kemaritiman, Kelautan dan Perikanan) yang telah melakukan penghentian sepihak ekspor BBL (Benih Bening Lopster) ke luar negeri. Sehingga mengakibatkan pada nelayan penangkap benur dan sejumlah masyarakat pesisir kehilangan mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup dan penghidupan sehari-hari yang telah menjadi andalan mereka.
Kebijakan ini dinilai oleh Rudi Mulyono selaku Koordinator Gatda RI sangat aneh dan tidak berdasar. Karena menurut dia kebijakan ini telah melanggar konstitusi.
Masyarakat pesisir dan nelayan yakin dengan dibebaskannya penangkapan BBL dan ekspor benur yang bebas dapat segera membebaskan mereka dari kemiskinan serta meningkatkan kesejahteraan dan menaikkan taraf hidup keluarga lebih baik termasuk para pengepul BBL yang masuk dalam bidang garap UKM (Usaha Kecil Mikro), ungkap Rudi Mulyono.
Oleh karena itu Garda RI siap menampung dan mendampingi nelayan dan masyarakat pesisir yang berniat mengadakan pertemuan besar pada 25 - 26 Mei 2021 yang telah disepakati oleh nelayan dan masyarakat pesisir untuk untuk membahas agenda utama kebebasan dan perlindungan terhadap nelayan dan masyarakat pesisir bebas menangkap benur di laut kita. Tekad Pelayan dan masyarakat pesisir untuk bersatu serta memperjuangkan kebebasan usaha menangkap benur sebagai mata pencaharian bersama pihak pengepul BBL bersatu untuk berjuang secara bersama-sama melakukan langkah-langkah strategis dan taktis dalam mengupayakan kebebasan setiap warga negara sebagaimana dijamin oleh UUD 1945 agar dapat hidup layak, adil dan sejahtera.
Pemerintah harus bijak memberi perlindungan bagi segenap warga bangsa tanpa kecuali untuk memperoleh pekerjaan dan berkehidupan yang lebih baik dan lebih layak serta manusiawi.
Kebijakan Menteri KKP yang menghentikan ekspor benur lobster sangat berdampak pada para nelayan dan masyarakat pesisir yang menjadikan usaha penangkapan benur pun dilarang bahkan diintimidasi oleh aparat.
Keputusan Menteri KKP, 28 Januari 2021 yang menyatakan ekspor benih bening lobster (BBL) yang telah dilegalkan pada masa Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo itu dihentikan untuk sementara waktu. Meski masih bersifat sementara, toh dampaknya jadi sangat berat mengancam kehidupan nelayan serta masyarakat pesisir yang bergantung pada usaha pokoknya menangkap BBL. Pernyataan penggentian ekspor sementara BBL itu dikatakan
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono saat Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI, Rabu 27 Januari 2021.
Akibatnya pun semakin meluas, tidak lagi sebatas nelayan pencari benur itu saja, tapi juga untuk para pengepul yang dianggap ilegal dan juga eksportir gelap.
Usaha ekspor gelap BBL ini tentu saja telah merugikan pihak pemerintah. Selain dari ekspor BBL gelap itu tak memberi pemasukan bagi negara, tapi juga negara harus mengeluarkan biaya ekstra guna melakukan operasi pengawasan maupun penangkapan terhadap pelaku ekspor gelap BBL tersebut.
Yang pasti, ribuan jumlah nelayan dan masyarakat pesisir menjadi resah karena dirundung kesulitan mencari nafkah. Hingga hidup dan kehidupan para nelayan serta masyarakat kecil di pesisir yang mengandalkan hidup terkait dengan benur, jadi bertambah jumlah mereka yang susah dan gelisah karena tidak mempunyai mara pencaharian guna memenuhi kebutuhan hidup bersama anak istrinya. Ajakan Wahyu Sakti Trenggono kepada para nelayan kecil untuk budidaya lobster, toh sampai hari ini belum juga nyata realisasinya.
(opa memet,NuJC)