Banda Aceh, NewsPelangi.co.id
Aceh sebagai Propinsi yang memiliki keistimewaan berlakunya prinsip Islam, tentunya amat sangat kuat memegang ajaran Islam yakni tidak berperilaku korupsi. Lantas apa jadinya jika pejabatnya melupakan itu. Lebih celaka lagi bila itu terjadi pada Institusi Pendidikan.
Dugaan korupsi itu disampaikan oleh Sutikno, Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Sipil ( FKMS). Dimana ia menyatakan bahwa ditahun anggaran 2021 dinas pendidikan propinsi Aceh menganggarkan untuk pengadaan peralatan praktik utama untuk SMK dengan Pagu sebesar Rp. 61.152.848.000 yang terbagi untuk 42 SMK atau sebanyak 42 paket. Dilihat cara pengadaan sebanyak 31 paket dilakukan dengan cara tender, paket dilakukan dengan cara E-purchasing dan 2 paket lewat pengadaan langsung. “untuk yang dilelang jumlah pagunya sebesar Rp. 34.652.848.000 dengan total kontrak Rp. 33.722.601.000. sangat tidak kompetitif lelangnya” tulisnya dalam rilis kepada media tanggal 20 mei 2024.
Dari proses tender diketahui bahwa ada 8 perusahaan yang memenangkan paket tersebut, adapun ke 8 perusahaan adalah CAHAYA NANGGROE ( 5 paket senilai Rp.3.537.820.000),MITRA BARUSA ( 4 paket senilai Rp.3.024.340.000), TANJUNG PERSADA ( 4 paket senilai Rp.2.922.370.000),GET JROH( 4 paket senilai Rp.3.524.225.000), GEMILANG SENTOSA( 3 paket senilai Rp.6.327.530.000) AMM CONSTRUCTION( 4 paket senilai Rp.6.027.120.000) PERMATA SAMPOERNA( 2 paket senilai Rp.1.564.596.000) dan SYUA INTAN PERKASA( 5 paket senilai Rp.6.804.600.000)
Dari penelusuran FKMS diketahui bahwa diduga kuat penuh dengan pelanggaran, adapun pelanggaran tersebut adalah ada dugaan praktek kartelisasi paket , dimana paket sebanyak 31 terdistribusi merata secara jumlah paket dan nilai ke beberapa penyedia. Diduga terdapat praktek pelonggaran HPS, yang berakibat selisih antara harga kontrak dengan pagu kecil dan apabila nilai kontrak dibandingkan dengan nilai pagu selesaihnya tidak terlalu jauh. Total nilai kontrak Rp.33,722.601,00 dan total nilai pagu sebesar Rp. 34.652.848.000,00. Sehingga prosentasenya sebesar 97,32%. Dan Diduga ada praktek pinjam bendera, terlihat CV AMM Kontruction yang biasa mengerjakan paket jasa kontruksi nilai kecil ikut lelang dan menang.
Dalam pengadaan yang menggunakan E-Purchasing juga ditemukan dugaan pelanggaran, dari penelusuran FKMS terhadap E-Katalog diketahui tidak ada etalase untuk produk peralatan praktek utama pada e-Katalog Nasional, hal sama juga tidak ada di e-Katalog sectoral dan e-Katalog local. Sehingga dapat disimpulkan bahwa paket dilakukan dengan e-purchasing pura-pura, sehingga harga kontraknya dengan pagu selisihnya sedikit. Diketahui total pagu sebesar Rp. 26.100.000.000,00 dan total kontraknya sebesar Rp.25.805.070.000,00.
“Sehingga ada tudingan bahwa pekerjaan ini baik melalui tender maupun E-Purchasing memberikan cash back kepada pihak dinas dengan prosentase 25% dari nilai kontrak atau sebesar Rp.8,4 miliar. Untuk yang tender dan sebesar Rp.6,45 miliar yang lewat E-Puechasing “ kata Sutikno.
Sutikno juga menyatakan bahwa Praktek diatas bentuk penggaran terhadap pasal 22 UU no 5/1999 tentang persaingan usaha yang sehat, hal mana pasal diimplementasikan dalam prinsip pengadaan barang dan jasa sebagaimana diatur dalam perpres 16/2018 tentang pengadaan barang dan jasa. “ ketika prinsip dasar sudah dilanggar bukan tidak mungkin pelanggaran tindak pidana korupsi juga terjadi” tegasnya.
Kondisi diatas tidak akan terjadi bila PPKnya bertindak sesuai aturan yakni melakukan survey harga. Hal ini bias disebabkan banyak hal. Namun informasi yang FKMS dapat kuat dugaan ada intervensi kepada PPK oleh KPA/PA pada Dinas Pendidikan Aceh yang ditahun anggaran 2021 dijabat oleh Al Hudri. “sekarang ini yang bersangkutan menjabat juga sebagai Pj Bupati Gayo Lues. ” ujarnya. (-team)
Bersambung...